6.14.2013

My Last Destination is You


Sore ini, kota London mendung sekali. Anginnya sangat tak bersahabat. Sepertinya hujan akan segera turun. Dan aku masih menunggu sepupuku untuk menjemput. Aku berada di halte kampus, seharian tadi aku sangat sibuk mengurusi kuliahku yang hampir berakhir.
Dari tadi aku cemas, sepupuku itu tak kunjung datang, dan teleponku di abaikan. Oiya, perkenalkan aku Janneth Eve Radclift. Aku mahasiswa semester akhir di salah satu Universitas di London. Yang sedari tadi sudah hampir bosan di halte menunggu di jemput oleh sepupuku. Liam Payne. Oh my god. Sudah lama sekali aku duduk disini. Kemana pula laki-laki itu. Gerutuku dalam hati. Akupun mencoba menghubunginya lagi. Dan untuk kali ini, telepon dari ku di jawabnya.
“Hallo, Liam, where are you?” Kataku kesal.
“Haduh kamu bawel banget sih, macet nih”
“Masih jauh ga? Macet dimana? Ini uda hampir malam. Aku takut sepertinya sebentar lagi hujan” Sambungku lagi.
“Aku masih jauh dari kampusmu. Bagaimana kalau aku menyuruh temanku untuk menjemputmu? Rumahnya tidak jauh dari kampusmu itu” Liam coba menenangkanku.
“Haduh siapa lagi temanmu itu. Temanmu kan centil-centil. Aku tidak suka” kataku menolak.
“Yang ini beda, dia baru saja pulang dari Amerika. Kau tak pernah bertemu dengannya. Sudahlah jangan menolak lagi. Dari pada kau kehujanan disitu?” Liam terus membujukku.
“Iya iya bawel. Yasudah suruh dia menjemputku sekarang. Langit sudah gelap, aku takut” ucapku.
“Nah gitu dong, oke tunggu ya, paling lama 5 menit dia sudah sampai situ”
Obrolan ku dengan Liam yang sedang terjebak macet berhenti sampai situ. Aku menunggu temannya Liam, cukup lama dan lebih dari 5 menit. Huh, Liam membohongiku. Kemudian setelah itu ada mobil yang berhenti di depan halte dimana aku berdiri. Kacanya terbuka. Ada laki-laki tampan di dalamnya. Sangat tampan menurutku.
“Hai, naiklah. Sudah mulai gerimis, kau harus segera pulang” ucap laki-laki itu.
Hah? Ngomong ama siapa dia. Padaku kah?

“Hai Jane, kok bengong. Ayo naik” ucapnya lagi.
Dia benar-benar bicara padaku. Oh aku ingat, mungkin dia temennya Liam. Akupun menaiki mobil itu. Kemudian dia melajukan mobilnya cukup kencang.
“Hai, kamu temennya Liam yah?” Aku memulai obrolan.
“Oh iya, aku lupa. Maaf membuatmu heran tadi. Aku Zayn, teman lamanya Liam”
Kamipun berkenalan. Untuk pertemuan pertama itu, aku beri nilai 80 untuknya. Dia baik, ramah dan typeku. Type laki-laki yang selama ini aku inginkan. Aku sudah lama menjomblo. Semenjak putus dari mantanku 2 taun lalu. Mantan pacar yang sangat menyebalkan. Aku sangat mencintainya, tapi dulu. Ah sudahlah, aku muak mengingatnya. Sampai di rumah pukul 7 pm, ya memang kampusku jauh dari rumah. Tiap harinya aku pergi menggunakan kereta karena itu nyaman untukku. Aku bukan perempuan manja yang selalu di antar jemput. Tetapi semenjak Liam sepupuku tinggal di rumahku, aku sering di jemput oleh Liam, sepulang dari kuliah. Karena paginya Liam sibuk bekerja. Liam sebatang kara di Inggris, ayah dan ibunya tinggal di Los Angeles, sedangkan Liam adalah anak tunggal dan ia lebih memilih tinggal di Inggris dengan keluargaku karena ia tak mau berpisah jauh dari pacarnya, Danielle. Aku dan Danielle pun sangat akrab, kadang Danielle merelakan Liam untuk menjemputku daripada untuk berkencan dengannya.
Jam dinding di kamarku sudah menunjukan pukul 10pm, aku masih terjaga. Meneruskan membaca novel yang aku beli kemarin. Tiba-tiba handphone ku berdering. Ada telepon masuk dari nomer yang tak ku kenal. Aku mengangkatnya. Klik!
“Hallo, siapa nih? Ga sopan banget udah larut gini telepon-telepon” kataku marah
“Uumm, aduh sorry. Aku jadi tak enak. Ini aku Zayn. Masih ingatkah?”
Aku terdiam beberapa saat. Zayn meneleponku. Tiba-tiba Salah tingkah.
“Hai Zayn, aku tak bermaksud marah-marah tadi. I’m so sorry.” Kataku bersalah.
“Aku yang minta maaf. Aku ganggu kamu ya?” ucap Zayn di ujung telepon.
“Engga Zayn, aku Cuma lagi baca novel aja. Thanks ya buat tadi” kataku grogi.
“it’s oke no problem. Aku senang bisa jemputmu. Sudah malam sebaiknya kamu tidur Jane. Nanti kamu sakit loh. Jangan lupa save nomerku ya”
OMG, Zayn, sekhawatirkah itu dia dengan perempuan yang baru di kenalnya sore tadi? Aku merasa tersanjung. Kemudian aku hanya meng ’iya’ kan. Sepertinya aku terhipnotis dengan Zayn. Cinta pandangan pertama mungkin. Haha. Aku senyum-senyum sendiri dan kemudian mencoba memejamkan mataku. Semoga aku memimpikannya :)

Keesokan paginya, aku terbangun karena suara gaduh di lantai bawah rumahku. Pasti itu ulah Liam dan Tom, adikku satu-satunya. Huh! Menyebalkan. Akupun beranjak dari tempat tidur dan mencuci mukaku. Kemudian terdengar suara jelek Tom menyuruhku turun untuk breakfast. aku bahagia mempunyai keluarga seperti ini. Mommy dan Daddy ku sangat menyayangiku. Aku juga sangat menyayangi mereka, menyayangi adikku juga tentunya. Apalagi ada Liam yang menjadi pelengkap di keluargaku.
Hari ini aku ke kampus agak siang, huh. Malas sekali. Apalagi hari ini Liam lembur. Jadi tak ada yang menjemputku.
Rumah sudah sepi, Daddy, Liam dan Tom sudah berangkat menjalani aktivitas mereka masing-masing. Hanya ada aku dan Mommy di rumah. Yap, mommy-ku hanya seorang ibu rumah tangga biasa.
Aku kembali ke kamarku, sementara Mommy masih sibuk dengan pekerjaan rumahnya. Aku bergegas menge-cek handphone-ku. 3 missedcall dan 1 sms. Siapa yang pagi-pagi begini menghubungiku. Biasanya handphone-ku hanya berdering kalau ada sms dari operator saja. Haha.
Zayn, Zayn, Zayn. Ada apa ya? Apakah ada hal yang penting? Aku langsung meneleponnya. Lama tak di jawab, kemudian terdengar suara merdu di ujung sana. Yap! Zayn’s voice.
“Morning Jane, sedang apa hmm?” suara Zayn mendahului.
Ah, aku jadi deg-deg’an gini. Sepertinya dia mencuri hatiku.
“Morning too Zayn. Aku baru saja selesai sarapan dan akan bersiap-siap ke kampus”
“Aku jemput yah. Boleh?” kata Zayn menawariku.
“Hmm, apa tidak merepotkan. Aku sudah biasa kok pergi sendiri dan naik kereta”
“Tidak merepotkan kok. Aku jemput jam 10 ya, bagaimana?” Zayn memaksa.
“Oke, aku tunggu ya” kataku girang.
Aku bergegas mandi. Entah mengapa, aku tak sabar bertemu dengannya.
Sudah jam 10 lebih, Zayn belum juga datang. Aku cemas. Apa aku harus meneleponnya? Ah tidak, aku tidak mau mengganggunya.
-Part 4 -
Akhirnya yang di tunggu datang juga. Dia memarkirkan mobilnya di depan rumahku. Dia turun dari mobilnya. Rapi sekali. Aku memandanginya from head to feet. Handsome. Dia mendekatiku, semakin mendekat dan mendaratkan kecupannya di pipiku. Aku kaget dan terdiam beberapa detik. Lalu Zayn mengagetkanku. Aku tersadar dan tersipu. Jantungku semakin berdetak. Kamipun pergi dan bergegas menuju kampus. Sesampainya di kampus….
“Jane, kamu pulang jam berapa? Aku jemput lagi ya?” ungkapnya.
“Aku… aku pulang jam 1pm zayn, tidak usah lah, aku tak mau merepotkanmu terus”
“Ah sudahlah, jangan sungkan gitu, aku jemput nanti ya. Ga boleh nolak”
Aku mengangguk, benar-benar sudah terhipnotis dengannya. Dengan kebaikannya dan ketampanannya.
Hari ini di kampus aku hanya bertemu dengan dosenku. Berkonsultasi mengenai skripsiku. ternyata dosenku agak sibuk, tak sampai 30 menit mengobrol dengannya. Aku hanya duduk-duduk di taman kampus, menunggu jam 1, menunggu Zayn menjemputku. Kemudian ada seseorang yang mengagetkanku. Dia Louis. Mantan pacarku 2 tahun lalu. Huh aku membencinya, sangat!
“Eh ada mantan, sendirian aja nih?” ucap Louis menjengkelkan.
“Apa sih kamu, ganggu aja. Pergi sana” kataku.
“Aduh, jutek amat sih. Dulu kamu manis loh. Sekarang malah kaya nenek lampir. Kelamaan jomblo ya?”
Louis memang tampan, cowok yang di gilai di kampus karena ia adalah kapten tim basket. Dia playboy. Kami pacaran hanya 8 bulan, dan putus karena dia selingkuh. Mencium perempuan lain di depan mataku. Oh suck!
Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Zayn calling. Aku bergegas mengangkatnya.
“Yes honey, where are you? Cepat jemput aku ya?” kataku bodoh dan kemudian mematikan teleponku.
Louis memandangku heran. Aku tak mau bicara lagi dengannya. Menyebalkan. Kemudian Louis mengoceh lagi.
“wah udah punya pacar dong. Jangan-jangan kamu bohong ya? Kamu kan cinta mati denganku”
Apalah ini Louis, dengan PD nya dia berkata seperti itu. Aku membencinya.
-Part 5 -
Dari kejauhan aku melihat Zayn menghampiriku. Louis masih berada di sampingku yang dari tadi mengabaikannya. Zayn mendekatiku dan memelukku. “I miss you honey” katanya manis. Aku tak percaya dia memelukku, apa Zayn salah sangaka denganku yang berkata mesra dengannya di telepon tadi? hufth.
Louis meninggalkan kami. Zayn melepaskan pelukannya. Aku harus menjelaskan sesuatu kepadanya. Aku salah. Zayn mengajakku ke suatu tempat. Ke sebuah café sepertinya. Di sana sudah ada Liam, Niall dan Harry. Teman-temannya Liam yang menyebalkan itu. Tapi tidak lebih menyebalkan dari Louis.
“Hai Babe, makin cantik aja kamu” sapa Niall.
Aku hanya diam dan memanyunkan bibirku. Kemudian Liam mengusap kepalaku. Sepertinya dia mengerti kalau aku sedang tak mood.
“Kalian nambah deket ya sepertinya?” Tanya Liam mengagetkanku.
“Haha, kamu bisa aja yuum” Zayn tertawa kecil.
Aku hanya diam, diam dan diam. Masih kesal dengan kejadian di taman tadi. Louis memang masih mengganggu ku jika kami bertemu di kampus. Tak lelah kah dia menggangguku selama ini? Pikirku masih saja kesal.
“What’s wrong honey, are you oke?” Tanya Zayn sambil mengelus pipiku lembut.
Ah, tuh kan, Zayn jadi memanggilku dengan sebutan seperti itu. Apa yang harus aku lakukan? Huffth…
“ciye ciye, kalian sudah jadian hah?” Tanya Harry.
Kami hanya diam, ah sepertinya aku badmood. Tetapi aku jadi tak enak dengan Zayn. Aku mengabaikannya sedari tadi. Selesai makan siang bersama Liam, Niall, Harry, aku mengajak Zayn pulang. Aku lelah. Aku berpamitan dengan Liam. Di mobil, Zayn memandangiku. Tatapannya tajam dan membuatku tersipu.
“Ah Zayn, jangan memandangiku seperti itu” kataku malu.
“Memangnya kenapa? Kamu cantik dan membuatku tergila-gila” ucapannya membuatku lebih tersipu.
“Haha. Kamu gombal” aku dan Zayn tertawa.
Kemudian aku mencoba menjelaskan tentang masalah di telepon tadi siang.
“Zayn” aku menatapnya.
“Iya Jane? Kenapa?” Zayn menatapku tajam. Matanya indah dan tatapannya membuat jantungku berdetak kencang. Semakin kencang.
“Maaf untuk tadi, aku memanggilmu honey di telepon, itu karena ada Louis, mantan pacarku. Dia menggangguku lagi tadi siang” kataku.
“Tidak apa Jane, aku senang kau panggil begitu” Zayn tersenyum.
“Nanti pacarmu marah? Aku tak enak” kataku memelas.
Zayn hanya tertawa dan dia mencubit pipiku. Aku kesakitan dan membalas mencubit pipinya. Kami tertawa. Mobil Zayn terhenti tepat di depan rumahku. Aku dan Zayn turun dari mobil, Zayn mengantarkanku sampai depan rumah. Ada Mommy dan Tom yang sedang duduk di teras rumah.

Zayn mencium tangan Mommy dan mengacak-acak rambut Tom. Sopan sekali dia, seakan menunjukkan kalau ia ingin dekat dengan keluargaku.
“Sore tante. Ah kamu pasti Tom yah?” ucapnya.
“Sore, teman barunya Jane ya? Tante baru liat kamu nak.”
“Sebenernya aku temennya Liam dan udah lama temenannya tante. Tapi dua tahun kemarin aku tinggal di Amerika menyelesaikan kuliahku”
“Oh gitu, masuk dulu nak” ajak Mommy Jane.
“Thanks tante. Tapi aku mau pulang aja. Udah hampir  petang. Aku takut ganggu. Besok-besok pasti main lagi deh kesini” 
Zayn pun pergi meninggalkan mereka. Aku menatapnya erat sampai mobilnya hilang dari pandanganku. Aku mulai menyayanginya J
Selesai mandi, aku berbaring di sofa ruang tv. Di temani dengan mocca hangat dan novel kesayanganku. Ada yang mengetuk pintu, sepertinya Daddy. Aku membukan pintu dan membantu Daddy yang membawakan banyak makanan untuk makan malam nanti. Tiba-tiba handphone ku berdering. 1 message. Ku harap Zayn. Ternyata Liam.
From : Liam
Aku lembur, bilang sama Mommy dan Daddy kamu ya?
Akupun membalasnya.
To : Liam
Okey, kalo pulang nanti beliin coklat. Love yaaa :*
Kemudian Liam pun membalas pesanku lagi.
From : Liam
Ngerayu aja kamu, iya nanti aku belikan.
Akupun tak membalasnya lagi. Lalu aku membantu Mommy membereskan makanan di dapur. Tiba-tiba Mommy menatapku.
“What happened Mom?”
“Kamu dan Zayn sudah pacaran? Zayn sepertinya baik dan sopan” Mommy memuji.
“Ah Mommy, aku kenal sama dia aja belum lama kok”
Aku meninggalkan Mommy yang masih membereskan makanan. Aku menjatuhkan tubuhku di kasur. Aku memikirkannya lagi. Sepertinya sudah benar-benar mencintainya.

Sedang apa ya dia? Memikirkanku kah?
Saat aku sedang memikirkannya, handphoneku berdering. Kali ini pasti dari Zayn. Yap! Aku benar.
“Halo Zayn. Ada apa?” kataku senang.
“Aku mengganggumu ya?” suaranya melesu.
“Oh tidak Zayn, aku senang kau menelponku”
“Sure? I miss you so much Jane”
Oh my gosh! Zayn merindukanku. Kami mengobrol di  telepon dan aku tak sadar kalau ini sudah larut. Tak apalah, lagipula besok aku tak akan kemana-mana. Tetapi Zayn menyuruhku untuk tidur, dia tak lupa mengingatkanku untuk berdoa. Ah Zayn, baik sekali dia. Akupun menutup teleponnya dan memandangi langit-langit kamarku. Zayn membawa warna baru dalam hidupku. Dia romantis. Sungguh.
Handphone ku kembai berdering, aku langsung mengangkatnya tanpa melihat layar.
“Iya Zayn ada apalagi? Cepat sana tidur” kataku sambil tertawa.
“Heh, ini aku Liam, bukain pintu dong. Aku lupa bawa kunci duplikat” katanya terburu-buru.
Aku langsung ke bawah dan membukakannya pintu. Liam memberiku coklat. Dan dia menginterogasiku.
“Kamu abis teleponan yah? Ciyeee” kata-katanya menyebalkan.
“Ah, jangan menggodaku” aku tak menghiraukan Liam dan langsung ke kamar bergegas tidur.
1 bulan kemudian, di akhir pekan itu….
Ketika aku masih tidur, Tom membangunkanku.
“Kak bangun kak. Ada kak Zayn di bawah” Tom teriak-teriak di telingaku. Aku pun terbangun dan marah-marah ga jelas sama Tom.
“Hey” suara seseorang mengagetkanku.

Suara itu.. sepertinya aku kenal. ZAYN! OMG dia disini. Di kamarku. Apa-apaan ini. Aku baru bangun tidur dan.. aah! Tom pergi meninggalkan kami berdua. Mengapa Mommy dan Daddy membiarkan Zayn ke kamarku. Arrgh!
“Zaaaa….yn..” aku gugup.
“Morning Jane. Kamu cantik kalau bangun tidur” goda nya.
Akupun melempar bantalku ke tubuhnya. Kemudian ia mendekatiku dan mencium pipiku lembut. Ah, belum pacaran saja dia sudah menciumku lebih dari sekali. Positive thinking sajalah. Zayn menyuruhku mandi dan ia menunggu di bawah. Akupun segera mandi.
Setelah selesai aku menemui Zayn di bawah. Pagi itu aku mengenakan kaos, jeans belel dan sepatu kets. Ya inilah aku, gadis cuek yang jauh dari kata feminim. Di ruang tengah mereka (Liam dan Zayn) sepertinya asik mengobrol. Aku segera mengambil tasku dan beranjak pergi meninggalkan Liam. Karena hari itu hanya Liam seorang yang tinggal di rumah. Mommy, Daddy dan Tom baru saja pergi ke Bradford. Ya mungkin siang nanti juga Liam akan pergi bersama Danielle. Dan Entah akan kemana Zayn akan membawaku hari ini. Zayn yang penuh kejutan. Selalu membuatku senang.
Zayn menghentikan mobilnya di sebuah danau di pinggiran kota. Indah sekali, banyak juga orang yang sedang menghabiskan waktu di sini bersama keluarga dan orang tercinta. Ku lihat, Zayn terus menghela nafasnya. Dia merasa tak nyaman dengan keadaan di danau saat ini. Katanya terlalu ramai. Kemudian Zayn mengajakku breakfast di sebuah café, ya memang aku agak lapar karena belum sarapan.

Aku dan Zayn duduk di dekat jendela. Sambil menghabiskan makananku aku terus memandangi Zayn.
“Hey kenapa kamu memandangiku seperti itu?” Zayn mengacak-acak rambutku.
“Aku suka melihatmu seperti ini. Kau manis Zayn”
Aku sendiri tak percaya berkata seperti itu. Spontan saja. Zayn pun tersedak minuman hangat yang barusan saja ia minum.
“umm, sorry Zayn” aku berdiri dan menepuk-nepuk punggung Zayn.
“huh, no problem honey. Aku hanya terkejut kau bicara seperti itu” Zaynpun tertawa.
Aku mencubit pipinya. Zayn. Menyebalkan sekali dia. Huh.
Zayn masih saja tertawa, sungguh menyebalkan. Aku hanya bisa cemberut dan memanyun-manyunkan bibirku.
“Kamu terlihat tambah cantik kalo manyun gitu. Gemes deh aku sama kamu babe”
Ih, tambah sebel sama Zayn, aku kembali mencubit pipinya. Zayn kesakitan. Akupun mengelus pipinya. Zayn memegang tanganku yang sedang mengelus pipinya. Genggamannya membuatku nyaman. Oh Zayn J
Selesai breakfast Zayn mengajakku ke taman. Menikmati udara London yang masih sejuk. Ah, senangnya berada di dekat Zayn hari ini. Seakan aku tak mau kehilangannya. Zayn membelikanku es krim. Tapi dia hanya membeli satu. Katanya supaya bisa di bagi berdua denganku. Dan apapun itu, katanya, supaya kita berdua bisa berbagi apapun bersama. So sweet! Tapi kenapa dia belum juga menyatakan cinta kepadaku ya? Padahal sudah lebih dari satu bulan kita saling kenal. Apa dia tak menyukaiku? Hum. Entahlah.

“Jane?” Zayn menghentikan lamunanku
“Iya Zayn, what’s goin on?” tanyaku
“Kamu tau, aku tak pernah sebahagia ini. Bersama seseorang”
Aku hanya tersipu dan menutupi wajahku. Kemudian Zayn memegang tanganku dan menciumnya. Dia selalu bisa membuatku tersipu seperti ini. Tak terasa hari sudah siang, Zayn banyak bercerita tentang kuliahnya dulu di Amerika. Ternyata dia stay di London untuk mencari pekerjaan. Dan saat ini hanya tinggal bersama Uncle dan auntie nya. Mom, dad, dan kakaknya tinggal di Amerika. Aku senang menjadi tempat Zayn untuk berbagi.
Zayn memegangi perutnya sedari tadi, aku meliriknya heran.
“Kamu kenapa Zayn?” tanyaku khawatir.
“Aku.. aku.. “ wajahnya meringis, aku semakin khawatir.
“Kamu kenapa Zayn, kamu sakit ya?” aku kembali bertanya kepadanya.
“Wajah cemasmu lucu babe” Zayn tertawa.
Huh menyebalkan. Dia membuatku kesal. Aku menjauhinya. Dan dia memelukku. Nyaman sekali di pelukannya. Tak pernah senyaman ini. Tapi kan ini taman? Banyak orang yang memperhatikan kami. Aku memukul-mukul punggung Zayn.
“STOP Zayn stop!” aku tetap memukulnya.
“Diamlah Jane, aku ingin memelukmu sebentar saja. Kamu lucu sih” Zayn masih memelukku.
Aku tak bisa menolaknya, biarlah orang-orang di sekitar taman melihat kami berpelukan di siang bolong seperti ini. Haha.
Kemudian Zayn menarik tanganku dan mengajakku untuk makan siang. Walaupun aku masih kenyang tapi aku harus menemani Zayn untuk Lunch. Aku terus memperhatikannya saat ia sedang makan. Ekspresinya lucu. Lalu aku mengambil handphone ku dan mem-foto Zayn yang sedang lahap-lahapnya makan tanpa sepengetahuannya.
Selesai makan aku dan Zayn memutuskan untuk pergi ke danau. Suasananya masih sejuk. Zayn mengambil sketch book di mobilnya dan mulai melukis. Dia menyuruhku untuk diam seperti patung. Huh Zayn!

Aku melirik ke arah jam tanganku, jam sudah menunjukkan pukul 5.20pm. Zayn masih saja sibuk melukis. Tiba-tiba ia menyuruhku menutup mata. Dan saat ku membuka mataku, ada lukisan indah di depan mataku. Seorang gadis yang sedang duduk menghadap danau. Ya, it’s me. Beautiful Picture. Oh, I love.
Matahari sudah mulai turun, very beautiful, apalagi ada Zayn di sebelahku. Yang sedari tadi melihat ke a rah matahari tenggelam. Indah sekali matanya. Mata terindah yang pernah ku lihat. Zayn melirik, kemudian menggenggam tanganku. Wajahnya berubah serius.
“Jane, sejak pertama kita bertemu, aku menyukaimu. Aku ingin selalu menjagamu. I love you so much.” Ucapnya serius.
“Maukah kau menjadi pacarku dan bahkan menjadi ibu dari anak-anakku nantinya?” Zayn melanjutkan perkataannya.
“umm. Zayn, aku sudah menunggu lama untuk kau mengatakan ini, aku juga menyukaimu dari awal dan saat ini aku sangat mencintaimu. Aku nyaman berada di dekatmu. Aku mau jadi ibu dari anak-anak kita nanti” Ungkapku bahagia.
Zayn memelukku lebih erat dan aku membalasnya. Lampu danau yang warna-warni menambah indah suasana saat ini.
Zayn mengajakku pulang, Karena hari sudah malam. Aku juga takut Mommy dan Daddy mencariku.
Sesampainya di rumah, Zayn hanya mengantarkanku sampai gerbang. Sudah terlalu larut katanya. Ia mencium keningku dan berlalu dengan mobilnya. Aku masuk ke kamar dan mandi. Lelah sekali rasanya hari ini. Tapi tak apa. Aku bahagia.
Tiba-tiba Mommy masuk kekamarku. Mommy menanyakan kenapa aku baru pulang. Aku mencoba menjelaskan dan Mommy mengerti. Thanks Mom :*

Pagi ini aku harus ke kampus, aku harus mengurus wisuda ku akhir pekan ini. Untuk kali ini aku berangkat seorang diri dengan menggunakan kereta. Seperti dulu saat aku belum mengenal Zayn. Hari ini Zayn mendapat panggilan kerja di sebuah perusahaan terkenal di kota London. Semoga ada kabar baik nanti.
Hari sudah sore, aku masih di kampus. Aku baru saja menerima baju wisudaku. Rencananya aku pulang naik taksi. Karena Liam sedang bersama Danielle. Aku tak mau menggangunya. Aku duduk di halte sambil menunggu taksi. Sore ini taksi yang lewat cukup jarang. Hufth. Aku menunggu. Tiba-tiba ada Louis. Dia lagi dia lagi. Aku tak suka.
“Hai cantik, sendiri aja? Mau aku temenin gak?” Tanya Louis menyebalkan.
“ Tidak perlu. Aku lebih baik sendiri disini daripada di temani oleh orang sepertimu” ucapku kesal.
“Jutek banget. Awas nanti cepet tua loh” katanya meledekku.
“Ah, sudahlah pergi sana. Aku membencimu. Apa kau tak ada kegiatan lain selain menggangguku?”
Tiba-tiba ada mobil yang berhenti di depan halte. Sepertinya mobil Zayn.
Yap! Benar ternyata. Zayn turun dari mobil dengan gagahnya. Mengenakan blazzer. Rapi sekali.
Zayn mendekatiku. Kemudian memelukku. Lalu menciumi pipiku. Tidak biasanya ia seperti ini. Lalu Zayn melepas pelukannya di depan mata Louis. Aku puas sekali. *ketawa jahat*
“Honey aku bahagia sekali. Hari ini aku di terima kerja di perusahaan itu” Ungkap Zayn girang.
Aku hanya memeluknya. Aku ikut bahagia. Kemudian aku dan Zayn meninggalkan Louis sendirian di halte. Zayn melajukan mobilnya ke sebuah café. Sepertinya ia bahagia sekali. Oh, Thanks God.
Selesai makan, Zayn mengantarku pulang. Hanya sampai gerbang dan ia mencium keningku. Seperti biasanya. Aku merebahkan tubuhku di kasur. Lelah sekali. Aku bergegas mandi dan tidur.
Penghujung minggu telah tiba, hari dimana aku di wisuda. Aku bangga pada diriku sendiri. Mommy, Daddy, Tom, Liam dan Zayn menghadiri acara wisudaku. Aku bahagia.

Selesai acara di kampus, Daddy mengajakku ke sebuah tempat makan di pinggir pantai. Bersama Mommy, Tom, Liam dan Zayn. Semua orang yang kusayang ada disini. Aku merasa menjadi seorang yang sempurna.
“Zayn, kapan kamu menikahi Jane. Sekarang dia sudah lulus” Tanya Daddy mengagetkanku.
“Hm.. sekarang juga bisa Om.” Zayn tertawa kecil.
“Mungkin tahun depan aku akan menikahinya. Aku harus menabung untuk membeli rumah dulu Om” Sambung Zayn.
“Calon menantu yang baik kamu Zayn” Mommy-ku menambahkan.
Aku hanya bisa meng-aminkan semuanya. Yang pasti saat ini aku bahagia memiliki Zayn.
1 Bulan kemudian.
Aku sudah bekerja di sebuah kantor di dekat kantor Zayn. Aku merasa beruntung sekali. Sangat beruntung. Tiap hari aku selalu bersamanya. Pergi, makan siang, dan pulang. Selalu dengannya. Aku dan Zayn semakin dekat dan tak terpisahkan. Sampai suatu siang, ketika aku dan Zayn Lunch di café dekat kantor. Tiba-tiba ada perempuan yang mendekati kami. Mendekati Zayn tepatnya. Dan kemudian mencium pipi Zayn. Menciumnya. Di depanku. Oh my gosh!


Zayn kaget dan bangun dari tempat duduknya. Zayn menarik tanganku dan mengajakku pergi tapi perempuan itu memegang tangan Zayn yang satunya.
“Apa-apaan ini?” Aku heran.
“Who are you?” Tanya perempuan itu.
“Hey, kamu yang siapa. Tiba-tiba mencium pipinya” kataku kesal.
Aku lihat dari tadi Zayn hanya diam memandangiku. Aku heran dengannya. Kenapa dia hanya diam setelah di cium perempuan itu. Apa dia suka di cium olehnya? Aku menarik tangan Zayn dan keluar dari café itu. Meninggalkan perempuan aneh tadi. Aku berusaha berbicara dengan Zayn tapi Zayn hanya diam. Aku heran dan kesal. Siapa perempuan itu dan kenapa Zayn seperti tak terganggu di cium olehnya. Ah sudahlah aku sudah terlanjur badmood. Aku melangkahkan kakiku menuju kantorku sementara Zayn masih tak mau bercerita tentang perempuan tadi. Aku meninggalkan Zayn.
Di kantor, aku tidak fokus. Untung sebentar lagi jam pulang.  Jadi aku bisa istirahat di rumah dan melupakan kejadian siang tadi. Aku mencoba menghubungi Liam. Harapku semoga Liam tak sibuk dan bisa menjemputku.
“Hey Liam. Are you busy now?” kataku penuh harap.
“Yes Jane, I’m very busy now. Sepulang dari kantor aku akan mengambil cetakan undangan untuk pernikahanku nanti. Ada apa honey?” tanyanya cemas.
“Oh I’m so sorry Liam. It’s oke. No problem”
“Hey, what’s wrong? You lie.” Katanya marah.
“Hmm.. tadinya aku ingin kau menjemputku. Aku sedang ada masalah dengan Zayn.”
“Problem? What?” tanyanya lagi.
“Ah aku sedang tak mood untuk bercerita.”
“Oke, aku akan menyuruh Danielle menjemputmu. Sebentar lagi dia pulang dan melewati kantormu kan?” Liam menenangkanku.
“Apa tak merepotkan? Lebih baik aku naik taksi.”
“Tidak, lagian dia melewati kantormu. Biar aku suruh dia menjemputmu”
Aku meng-iyakan dan menutup teleponnya. Aku berdiri di pinggir jalan dan menunggu Danielle menjemputku. Kemudian ada sosok laki-laki yang menghampiriku. Zayn.
“What are you doing honey. Let’s go home with me” ucapnya memohon.
“No Zayn. Danielle akan menjemputku. Biarkan aku kali ini saja” Aku tak menatap matanya saat ini.
Tidak lama mobil Danielle berhenti tepat di depanku. Aku pergi meninggalkannya. Dia yang masih berdiri memandangiku. Apakah tindakan yang kulakukan ini salah? Entahlah….

Danielle memandangku heran. Kemudian ia yang memulai pembicaraan.
“Hey Jane, ada apa?” tanyanya lembut.
Aku menceritakan kejadian tadi siang. Semuanya, tanpa terkecuali. Danielle hanya tertawa. Kemudian ia memberiku nasehat agar selalu berpositive thinking kepada pasanganku. Itu akan membuat menjadi lebih baik, ungkapnya.
Baiklah aku menuruti Danielle kali ini. Aku menjadi lebih tenang saat ini. Oh thank’s Dani :*
Paginya ketika aku bangun dari tidurku, ada banyak sms masuk. Dari Zayn. Ya, aku harus segera membukanya.

From : My Zayn <3
Honey, I’m so sorry. I’m afraid to hurt you. Maybe if I call you, it makes so bad. She is my ex-girl friend. Namanya Perri, kami berpacaran sewaktu aku di Amerika. Hanya 3 bulan. Kemudian aku memutuskannya. Karena aku tak nyaman dengannya. Tapi dia sangat mencintaiku, semasih aku di Amerika dia sering mengunjungi kediamanku dan memaksaku untuk kembali padanya. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Maafkan aku.

From : My Zayn <3
Aku mohon jangan cuekin aku. I miss you so much babe L

From : My Zayn <3
Aku akan menjemputmu besok. Ku harap kamu sudah tak marah padaku. Love yaa <3
Sudah jam 7am, aku bersiap ke kantor. Mommy memanggilku untuk breakfast. Daddy, Tom dan Liam sudah duduk manis di meja makan. Aku menyapa mereka dan mencium pipi adikku, Tom.
Waktunya berangkat ke kantor. Liam mengajakku untuk pergi bersamanya. Tapi aku menolak dan menunggu Zayn menjemputku. Aku menunggunya di teras rumah. Daddy, Tom dan Liam sudah berangkat 10 menit yang lalu.
Ya, itu dia. Mobilnya berhenti tepat di depan gerbang rumahku. Aku menunggunya menghampiriku yang masih duduk di teras. Zayn memelukku. Erat sekali. Akupun membalas pelukannya. Aku merindukannya. Sungguh.
“I miss you so much babe. Love you” Bisik Zayn di telingaku.
Aku tak menjawabnya, aku terus memeluknya erat.
Kami menghentikan semua itu, kami berangkat ke kantor. Zayn melajukan mobilnya dengan kencang.
“Zayn stop. Jangan ngebut please.” Kataku memohon.
“Keep calm honey, I’m here for ya! Hug me now” Zayn menatapku tajam. Aku rindu tatapan matanya.
Aku mengacak-acak rambutnya. Kami tertawa. Sejenak aku melupakan kejadian kemarin.
Siang ini aku berjanji akan menjemput Zayn ke kantornya dan makan siang bersama seperti biasa. Tidak lama menunggu, Zayn datang. Jauh di belakangnya aku melihat perempuan yang kemarin mencium Zayn tepat di depan mataku. Refleks aku memeluk Zayn dan mencium bibirnya. Zayn membalas. Kemudian aku melepaskan ciumanku. Hanya sebentar, hanya untuk membuat perempuan itu cemburu dan menjauh dari Zayn. Semoga dia tahu diri bahwa Zayn adalah calon suamiku, walaupun sebenarnya kami belum resmi bertunangan.
“Hey honey you are so romantic, tumben” ejek Zayn.
“I miss you babe” ucapku sedikit kencang.
Zayn tak membalas namun ia langsung memelukku. Tepat di depan mata perempuan itu. XD

Hari ini aku pulang dengan Zayn, seperti biasa. Selama perjalanan pulang, Zayn agak diam. Tidak seperti biasanya. Aku menanyakan keadaannya tapi dia bilang dia hanya lelah. Aku coba untuk mengerti. Sesampainya di rumah, aku menunggu Zayn mencium keningku seperti biasa. Tapi kali ini tak terjadi. Bahkan turun dari mobil saja tidak. Apa yang terjadi? Aku menuju kamar dan menangis. Aku mulai takut kehilangannya.
Ada yang mengetuk pintu kamarku. Ternyata Liam. Sepertinya dia melihatku menangis ketika aku memasuki rumah tadi. Mau tak mau aku harus menceritakan semuanya kepada Liam. Dia hanya menyuruhku positive thinking, sama seperti Danielle. Entah mengapa kali ini aku harus mencari tau kenapa Zayn bisa berubah seperti ini. Aku tak bisa jika seperti ini. Aku merasa tak nyaman.
Today is Saturday. Free! Pagi ini belum ada sms dari Zayn. Belum bangunkah ia? Aku harus meneleponnya. Beberapa kali ku coba menghubunginya tapi tak ada jawaban. Kemana ya dia? Aku takut kehilangannya. Selama aku berpacaran dengannya, aku tak tau dimana ia tinggal. Dekat kampusku dulu sih, tapi di sebelah mana? Huh.. entahlah :(
Aku memutuskan untuk ikut dengan Liam dan Danielle ke butik. Menemani mereka mengambil Gaun dan Jas pernikahan. Uh, so sweet! Sebentar lagi mereka akan menikah.
Dari butik, kami pergi menuju café untuk Lunch dan kemudian pulang. Mobil Liam melaju melewati taman kota. Sepintas aku melihat lelaki yang berjalan dan ada perempuan yang menggandengnya. Sepertinya aku mengenali lelaki itu. Hah? Apa ku tak salah lihat. Itu Zayn! Zayn kekasihku. Perempuan di samping tak lain adalah Perri. Oh SUCKS! Aku tak mempercayainya. It makes me hurt! Aku menahan air mata yang hendak keluar dari mataku. Untung saja Liam dan Danielle tak memperhatikanku.
 Sesampainya di rumah aku menangis dan lari ke kamar. Tak menghiraukan Mommy yang menyapaku. Sorry Mom, ucapku dalam hati. Hari ini memang Zayn masih belum menghubungiku, mungkin karena ia sibuk dengan Perri. Aku terus menangis sore itu. Handphone-ku berdering. Aku mengabaikannya. Aku tau pasti itu dari Zayn. Aku membencinya.
Mungkin karena kecapean nangis, aku tertidur. Rasanya tak ingin bangun lagi.

Hari sudah pagi, ini masih hari minggu. Tak ingin beranjak dari kasur sepertinya. Tom masuk dan naik ke kasurku. Mau apa dia? Hah?!
“Kak bangun, sudah jam 10. Kau terlalu lama tidur.” Tom menampar-nampar pipiku.
“Aduh apasih kamu Tom. Kakak masih ingin bermalas-malasan. Kamu jangan menggangguku”
“Yasudadeh kakak memang keras kepala” katanya mengejekku.
Tanpa sepengetahuanku ternyata di bawah ada Zayn. Ia sedang mengobrol bersama Daddy dan Liam. Mau apa dia kesini? Aku benci dengannya. Aku ingin mandi rasanya. Karena sejak kemarin sore aku belum mandi gara-gara ketiduran.
Selesai mandi aku hanya memakai kaos dan celana pendek. Aku mengacak-ngacak rambutku. Gembel sekali aku ini.
ADA ZAYN DI KAMARKU. SEDANG APA DIA? KENAPA DIA BISA MASUK? APA MOMMY DAN DADDY TAK MELARANGNYA? *capslock jebol*
Kemudian Zayn berjalan kearahku dan memelukku tapi aku menolaknya. Aku masih sangat kesal dengannya. Zayn menatapku sendu, ia menangis. Baru kali ini aku melihat seorang laki-laki menangis di depanku. Di depan mataku.
Aku sudah tak tahan diam. Sepertinya aku akan menunpahkan kemarahanku kepadanya sekarang!!
“Zayn, aku tau kemana saja kau kemarin. Kau tak menghubungiku, kau mengabaikan teleponku, dan kau tak membalas pesanku. Apa maumu Zayn? Apa kau bosan denganku sehingga kau pergi dengan mantanmu itu? Aku melihatmu kemarin. Kau menyakitiku!”
Kata-kata ku terhenti saat Zayn terduduk dan memohon di kakiku. Oh my gosh. Zayn…
Aku menyuruhnya bangun kemudian memeluk dan mencium keningnya. Aku sudah terhipnotis dengannya sejak dulu. Seberapapun aku marah kepadanya, aku akan luluh. Apalagi kali ini Zayn menangis.
Tiba-tiba saat aku dan Zayn berpelukan, Liam masuk ke kemarku dan mengajak kami turun untuk sarapan.
Hari berlalu tetapi hubunganku dan Zayn tak terlalu baik. Kadang, Zayn tak membalas pesanku dan tak menjawab teleponku, dia juga sudah tak pernah menjemputku. Mungkin dia terlalu sibuk.
Suatu hari ketika aku sedang menikmati coffe-ku di café dekat kantor, aku melihat Perri. Ia menghampiriku dan duduk berhadapan denganku. Wajahnya sungguh menyebalkan. Dia berbicara padaku. Katanya aku tak boleh mendekati Zayn lagi. Heh? Siapa dia. Aku sangat mencintai Zayn dan tak akan ku lakukan hal bodoh itu. Perri berlalu dan aku masih melamun di café.
Jam kantor sebentar lagi selesai. Aku ingin segera pulang. Lelah sekali hari ini. Pekerjaanku menumpuk. Belum lagi tadi siang Perri bicara tak enak kepadaku.
Aku heran,  semenjak ada Perri sepertinya Zayn menjauhiku. Tapi kenapa minggu kemarin dia memohon-mohon minta maaf kepadaku? Seperti tak ada gunanya. Aku harus bicara serius dengan Zayn untuk masalah ini. Aku lelah seperti ini. Aku mencoba menghubunginya. Kali ini teleponku di jawab.
“Iya Jane, ada apa kau meneleponku?” what? Apa aku tak salah dengar. Biasanya ia senang jika aku menghubunginya.
“Aku ingin bicara serius denganmu. Besok sore di danau” aku kesal dengannya dan langsung menutup telepon.
Handphone-ku berdering. Kali ini Zayn meng-sms ku.

From : My Zayn <3
Aku belum meng-iyakan ajakanmu, tapi kenapa kau menutup teleponnya?
Aku pun segera membalasnya.

To : My Zayn <3
Tak mungkin kau menolak ajakanku kan? Ajakan kekasihmu yang beberapa hari ini sedikit kau acuhkan.
Jawabku kesal.
Lama sekali Zayn tak membalas pesanku. Dan akhirnya ketika aku mulai memejamkan mata, ada suara sms dari handphoneku.

From : My Zayn <3
Maafkan aku Jane. Besok aku pasti menemuimu.
Aku menghela nafas dan beranjak tidur.

Keesokan paginya, aku bersiap ke kantor dan breakfast bersama keluargaku. Kemudian aku berangkat di antar Daddy. Sedangkan Tom ke sekolah menggunakan sepeda kesayangannya.
Daddy melirik kearahku yang sedari tadi mengotak-atik handphone.
“Jane, kamu kenapa sayang? Kelihatannya sedang cemas.” Tanya Daddy
“Oh tidak Dad, aku hanya sedang men-cek facebookku yang sudah lama tak ku buka”
Kemudian Daddy menanyakan hubunganku dengan Zayn. Aku berbohong kali ini. Aku bilang bahwa hubunganku dengan Zayn baik-baik saja.
Sesampainya di kantor, aku memandangi fotoku dengan Zayn di meja kerjaku. Aku merindukannya. Merindukan Zayn yang dulu sangat perhatian dan romantis kepadaku. Lalu Eleanor mengagetkanku. Ia adalah teman kantorku. Kami cukup dekat.
“Hey Jane, sepertinya kau begitu merindukan Zayn?” tanyanya membuatku heran.
“Haha tidak begitu. Kenapa kau bicara begitu Ele?”
“Aku sering memperhatikanmu yang tak sesemangat dulu. Aku juga sudah tak pernah melihat kau dan Zayn makan siang bersama. Ayolah Jane, ceritakan sesuatu kepadaku” katanya memaksa.
Baiklah, aku menceritakan semua kepada Ele. Dia menyarankanku berhati-hati dengan Perri. Ya memang perempuan itu harus ku waspadai. Jangan-jangan nanti dia merebut Zayn dariku? Oh NO!
Pekerjaanku selesai, aku pulang lebih awal. Aku pergi ke danau di antar Ele tetapi Ele tak menemaniku. Ia langsung pulang karena harus menjemput Mommy-nya di supermarket. Aku sendirian di taman ini. Mataku terpaku kearah danau dan memutar kembali moment-momentku bersama Zayn. Disini. Tepat beberapa bulan lalu ketika ia menyatakan cinta kepadaku. Tiba-tiba ada yang menepuk bahuku. Orang itu adalah Zayn. Orang yang ku tunggu 1 jam lalu di danau ini.
Zayn memelukku, sepertinya dia menyembunyikan sesuatu. Tatapan matanya tak setajam dulu. Kali ini aku membalas pelukannya. Aku sangat rindu padanya.
“Zayn aku kesal padamu. Kenapa kau sudah tak pernah menjemputku dan jarang membalas pesan atau sekedar mengangkat teleponku? Kau berubah Zayn. Aku kehilangan sosok dirimu yang dulu” aku menangis.
Zayn mengusap pelan rambutku dan berbisik di telingaku.
“I love you so much honey. Maafkan aku”
Zayn terus saja meminta maaf tanpa bercerita apa yang terjadi dengannya. Sungguh menyebalkan. Pelukannya masih sama senyaman dulu. Selama di pinggir danau, aku dan Zayn hanya bertukar cerita tentang beberapa hari kebelakang, selama dia tak mengabariku. Zayn mengantarkanku pulang. Kali ini ia mencium keningku, lagi. Dan aku mencium bibirnya. Zayn membalas dan kemudian aku bilang padanya bahwa aku merindukannya. Dia hanya tersenyum dan berkata bahwa hubungan kami akan baik-baik saja dan akan berakhir bahagia. Semoga :)

Aku menghempaskan tubuhku di kasur. Kemudian bergegas mandi. Waktu menunjukkan pukul 8pm, seharusnya jam segini aku dan keluargaku sudah selesai makan malam, tetapi hari ini belum. Daddy kerja lembur sedangkan Mommy baru saja pulang dari rumah auntie. Liam mengajakku untuk membeli makan malam sementara Mommy dan Tom menunggu dirumah.
Sesampainya di café aku dan Liam langsung memilih menu untuk kami makan malam. Kami duduk menunggu makanan datang. Aku melihat-lihat suasana café yang ramai malam ini. Sepertinya aku mengenal perempuan yang duduk di pojok itu, sepertinya…. PERRI ! Ya, itu dia, duduk sendirian dan sedang asik menghabiskan makanannya. Aku tak mau memperhatikannya. Kemudian aku iseng saja mengirim pesan kepada Zayn.

To : My Zayn <3
Hey babe. Sedang apa kamu? Wanna hug you :')
Kemudian tak lama setelah itu Zayn membalas pesanku.

From : My Zayn <3
Aku sedang mengerjakan pekerjaan kantorku yang belum selesai honey.
Aku langsung membalas.

To : My Zayn <3
Lanjutkan pekerjaanmu. Semoga cepat selesai ya? Jangan tidur terlalu larut.

Kemudian aku mengirimkan pesan itu. Tetapi sepertinya Zayn tak akan membalasnya. Aku harus belajar mengerti kesibukannya.
Tak lama, pelayan datang mengantarkan makan yang tadi kami pesan. Baru saja aku bangun dari tempat dudukku dan aku meninggalkan café itu, ternyata aku melihat Zayn menghampiri Perri. Lalu Zayn menghabiskan makanan yang ada di piringnya. Perri mengusap pipi Zayn. Ya Tuhan, apalagi ini??
Aku menarik tangan Liam, aku menyuruhnya melihat kearah Zayn. Liam kaget dan sepertinya akan menghampiri Zayn yang berada jauh di pojokkan sana. Aku menahannya. Aku menyuruh Liam menunggu dan aku sendiri yang akan menghampiri Zayn. Saat ini, aku sudah berada di hadapan mereka. Airmataku menetes. Zayn kaget dan bangun dari tempat duduknya seakan akan menjelaskan sesuatu kepadaku. Aku sudah terlalu murka dan kemudian aku menampar pipi Zayn kemudian menginjak kaki Perri. Aku benci mereka!
“Inikah yang kau bilang mengerjakan tugas kantor Zayn? Aku tak percaya kalau kau membohongiku. Aku sakit melihatmu dengannya Zayn. Aku sudah lelah dengan hubungan ini. Kita PUTUS!” kata-kataku tak terkontrol dan Liam menarikku kemudian kami meninggalkan Zayn. Zayn yang masih berdiri kaku memandangku yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Tapi kalau dia memperlakukanku seperti ini. Rasanya aku tak mau. Lebih baik aku melepaskannya dengan wanita itu. Lagipula tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Zayn ketika di café tadi. aku jadi tak selera makan. Mommy membiarkanku sendiri. Aku tak percaya ini semua terjadi. Aku tak percaya Zayn melakukan ini padaku. Aku membencinya saat ini. Walaupun benci itu tak sebesar rasa cintaku.
Aku masih menangis saat ini. Lelah rasanya. Perutku kosong dari tadi siang. Kepalaku mulai pusing. Aku memutuskan untuk memejamkan mata dan mencoba tidur.
Jam menunjukkan pukul 1am, aku terbangun. Kepalaku pusing sekali. Badanku juga panas. Sepertinya aku demam. Aku berusaha mengambil makanan di dapur. Aku lapar sekali. Aku menuruni tangga pelan, tetapi rasanya seperti ada yang berputar-putar dikepalaku. Aku pun terjatuh dan aku tak ingat apa-apa lagi.
Setelah aku sadar, kepalaku sudah di perban. Sakit rasanya. Di sampingku hanya ada Liam. Aku mencoba berbicara.
“Yuum, aku dimana? Kenapa kepalaku di perban gini” kataku lirih.
“Kamu di rumah sakit sekarang. Tadi kamu terjatuh dan kepalamu terbentur. Kamu juga demam. Tapi kata dokter kamu bisa di rawat di rumah” Liam mengelus rambutku.
“Kepalaku sakit Yum” kataku singkat.
“Kamu tidur lagi ya, Kita nunggu Daddy-mu yang sedang mengurus administrasi dan mengambil obat-obatmu”
Aku hanya mengangguk. Kemudian tertidur.
Keesokan paginya aku sudah berada di rumah. Aku terbangun. Ada Tom di sampingku yang sedari tadi mengelus tanganku.
“Mommy kakak sudah bangun.” Teriak Tom.
Sudah ada Mommy, Daddy, Liam dan Tom di sampingku. Aku sudah merasa lebih baik walaupun kepalaku agak pusing.
2 hari sudah aku terbaring. Dan 2 hari juga Zayn tak menghubungiku. apalagi datang dan meminta maaf. Aku merasa lebih baik hari ini. Terdengar suara gaduh di lantai bawah. Banyak suara langkah kaki yang sepertinya menuju kamarku. Liam membawa teman-temannya ke kamarku. Katanya mereka khawatir dan ingin menjengukku.J
“Hey cantik, wajahmu pucat sekali” Harry membuka obrolan.
“Jane, kamu makin cantik aja deh” Niall mencoba menghiburku.
“Sudah-sudah. Dasar kalian laki-laki penggombal. Jangan menggodanya.” Liam memarahi mereka.
Aku hanya tertawa. Walaupun mereka sering menyebalkan, tapi kali ini mereka bisa membuatku tersenyum dan bahkan tertawa. Danielle datang membawa obat dan makanan untukku. Sepertinya ia sudah lama berada di rumahku.
“Good morning honey.  Are you alright?”sapa Danielle sambil mencium pipiku.
“Sangat baik Dan, sepertinya besok aku harus kembali ke kantor.” Jawabku.
“Syukurlah kalau begitu. Aku ikut senang melihat keadaanmu. Makan dulu ya, aku suapin mau?” Tanya Danielle.
Aku mengangguk. Sementara itu Harry dan Niall terus menatap makananku. Sepertinya mereka lapar juga. Haha.
“Heh kalian berdua, jangan melihat makanan seperti itu. Ayo ikut kebawah denganku. Kita habiskan makanan di ruang makan” ajak Liam semangat.
Niall langsung lari menuju ruang makan sementara Liam dan Harry menyusul. Dasar Niall tukang makan. Huh!

Aku semakin membaik, pagi ini aku berangkat ke kantor. Di antar dan di jemput oleh Zayn. Oh maksudku Liam. Aku merindukannya. Sangat. Ini sudah hari ketiga semenjak kejadian di café malam itu. Mungkin Zayn dan Perri sudah berpacaran lagi sekarang. Aku menghela nafas. Kemudian Ele mengagetkanku dan dia menanyakan keadaanku dan tak henti bicara. Bawel sekali dia. Tapi aku tau dia cemas dengan keadaanku. Thanks Ele <3
Setelah sampai kantor, atasanku menyuruh untuk menemui di ruangan kerjanya. Ada apa ya? Apa akan memberiku SP Karena 2 hari tak masuk kerja.
“How are you today Jane?” Tanya Mr. Horan.
“I’m fine Mr. Thank you. Ada apa ya pak memanggilku kesini?” tanyaku sopan.
“Begini Jane, perusahaan kita ada bussines join dengan salah satu perusahaan di Manchester. Kamu, James dan Ele saya tunjuk menjadi wakil dari perusahaan kita untuk kesana. Mengurus semuanya.”
“Untuk berapa hari ya pak?” aku penasaran.
“Oh tidak, 2 minggu kau akan berada disana”
Aku kaget. Hah selama itu kah? Apakah aku boleh menolak tawaran ini? Rasanya tak sanggup meninggalkan London 2 minggu. Meninggalkan keluargaku. Tak pernah selama itu jauh dari keluargaku. Kemudian Mr. Horan membangunkan lamunanku.
“Bagaimana Jane? Tadi saya sudah memanggil Ele dan James kesini. Mereka menyetujuinya” Mr. Horan meyakinkanku.
“Hmm. Bagaimana ya pak. Jujur aku belum pernah pergi meninggalkan London selama itu”
“Ini demi perusahaan kita. Kalau ini berhasil, kamu akan saya promosikan menjadi manager.” Ungkapnya antusias.
“Baiklah kalau ini memang demi perusahaan. Saya setuju pak. Kapan kami akan berangkat kesana?”
“Besok lusa ya. Jangan lupa izin kepada kedua orang tuamu terlebih dahulu”
Selesai sudah hari ini. Tatapan mataku selalu ke kantor Zayn. Berharap melihat wajahnya. Tapi itu semua nihil. Aku sangat rindu kepadanya.
Hari ini tepat pemberangkatanku ke Manchester. Mommy, Daddy dan Liam mengantarkanku ke Bandara. Aku menangis, walaupun sebentar. Rasanya ingin cepat kembali lagi ke kota ini.
Skip
Sudah satu minggu aku, Ele dan James berada di Manchester. Bussines Join kami lancar. Besok akan ada tanda-tangan kontrak dari kedua belah pihak. Senang rasanya berhasil menjalin kerjasama dengan perusahan elite di Manchester ini. Sejenak aku melupakan sosok laki-laki yang menghipnotisku. Tapi aku merindukannya Tuhan L
Sisa hariku di Manchester ku habiskan shoping dengan Ele. Aku tak sabar menunggu besok. Besok aku akan pulang ke London. Aku rindu kamarku, aku rindu keluargaku dan aku rindu Zayn.

Ada hal yang tak ku ketahui selama aku di Manchester. Ternyata Zayn sering main ke rumah dan bercerita tentang masalahnya kepada Liam. Tapi sampai saat ini Liam belum bicara apapun kepadaku. Aku tau hal ini dari Tom.
Sore itu ketika aku meminum mocca hangat di teras rumah, Liam mendekatiku. Wajahnya serius.
“Hmm, ada yang mau aku sampaikan Jane. Tentang Zayn.” Liam gugup.
“Kenapa lagi dia? Aku sudah tak peduli dengannya yuum!” kataku berbohong.
“Kamu diam dulu yah, jangan berkomentar apapun selama aku bercerita.”
Aku meng-iyakan dan Liam memulainya.
“Selama kau di Manchester, Zayn sering datang kesini. Menemuiku dan bercerita tentang masalahnya. Masalahnya denganmu dan dengan Perri. Zayn tak pernah membalas pesanmu dan tak pernah lagi meneleponmu kan?” Tanya Liam.
Aku hanya mengangguk dan mulai penasaran dengan ceritanya.
“Perri adalah mantan pacarnya Zayn dan kau tau, ternyata Perri adalah anak tunggal dari owner perusahaannya Zayn. Perri terus mengancam Zayn untuk menjauhimu dan ia minta Zayn untuk kembali berpacaran dengannya. Tapi Zayn menolak, dia terlalu mencintaimu. Jika Zayn masih dekat denganmu, maka ia akan menyuruh Daddy nya untuk memecat Zayn. Sementara Zayn sudah berjanji akan menikahimu tahun depan. Ini menjadi salah-satu hal terberat untuk Zayn. Kalau dia di pecat, dia akan susah lagi mendapat pekerjaan apalagi ini perusahaan terkenal di London. Zayn memang tak setuju untuk kembali dengan Perri. Perri pun sudah merelakan Zayn tapi ada syarat dari Perri supaya Zayn tak di keluarkan dari perusahaan itu. Yaitu mengacuhkanmu dan harus menuruti keinginan Perri yang tiba-tiba. Contohnya saja saat kita bertemu dengan mereka di café malam itu. Zayn di paksa menemani Perri makan malam. Padahal seharusnya malam itu Zayn meneleponmu.” Ungkap Liam.
“Lalu mengapa dia tak meminta maaf kepadaku saat aku melihatnya dengan Perri?”
Aku menangis. Sakit rasanya mengingat kejadian malam itu.
“Zayn terlalu merasa bersalah denganmu. Dia takut menyakitimu lebih jauh. Makanya ia membiarkanmu sendiri. Sampai saat ini Zayn masih dengan Perri. Menuruti keinginan Perri yang tiba-tiba. Setidaknya kau harus menunggu kepulangan Perri ke Amerika 1 minggu lagi. baru hubunganmu dengan Zayn akan baik dan kembali seperti semula.”
Aku mengangguk. Tak tau apa yang harus aku lakukan. Ini terlalu berat untukku. Tapi aku merindukannya!!

1 minggu berlalu dan hari ini adalah hari pernikahan Liam. Liam dan Danielle sudah resmi menjadi suami-istri. Aku duduk dan memandangi mereka. Pasti rasanya bahagia sekali menjadi pengantin. Ingin rasanya.
Aku sibuk memainkan games di handphone-ku. Tiba-tiba ada laki-laki tampan yang menghampiri Liam dan Danielle. Itu Zayn. Ya Tuhan, akhirnya aku melihatnya setelah hampir 1 bulan tak bersamanya. Aku pura-pura acuh, sepertinya dia mendekatiku. Dan benar, ia menatapku erat. Tatapannya tajam. Aku merindukan itu. Zayn mencium pipiku lembut dan aku langsung memeluknya. Aku luluh di hadapannya.
3 bulan kemudian…
Aku dan Zayn sedang mengambil baju yang kami pesan untuk pernikahan. Yap, pernikahan kami tepatnya. Aku sudah tak sabar menunggu bulan depan!
Zayn mengajakku ke danau dan ia terus memelukku. Sedari tadi ! sesak rasanya tapi aku bahagia. Ia menciumi bibirku berkali-kali dan aku menjambak-jambak rambutnya. Kemudian aku membalas ciumannya dan kami cukup lama melakukan itu. Kali ini sunset yang menyaksikan kami bercumbu. Bukan kami yang menyaksikan sunset menghilang bersama awan seperti saat dulu ketika Zayn menyatakan cinta padaku.
Skip
Hari ini tepat hari pernikahanku dengan Zayn. Jika ada satu kata di atas bahagia, aku akan menggunakannya saat ini.
Skip
Sudah 3 bulan aku menikah dengannya tapi belum ada tanda kehamilan, padahal aku dan Zayn rajin melakukan hal itu. Aku ingin memiliki anak L

Zayn mengagetkanku.
“Hey darl, kenapa heemm?” matanya menatapku dan tersenyum.
“Aku ingin punya anak Zayn, aku ingin keluarga kita lengkap dengan tangisan bayi” ucapku memelas.
“Mungkin Tuhan belum mau menitipkan seorang anak kepada kita. Kamu sabar yah” ia mencium keningku dan menggenggam tanganku.
Aku rutin ke dokter dan tak ada hasil. Aku ingin memberikan anak kepada Zayn dan cucu untuk orangtua kami. Sungguh, aku ingin.
Malam itu, aku ingat sekali, aku menangis dan pergi meninggalkan Zayn saat ia sedang di kamar mandi. Aku ingin menenangkan pikiranku yang tak karuan ini Tuhan. Hampir stress rasanya! Aku lupa membawa handphone-ku. Biarkanlah, Zayn akan menemukanku disini. Pasti…
Benar saja, setelah 30 menit di danau, Zayn menjemputku dan mengajakku untuk pulang. Aku tak mau. Kemudian Zayn marah kepadaku. Tak pernah ia semarah ini.
“Kamu keras kepala sekali Jane, aku sudah bilang, Tuhan belum mau menitipkan seorang anak kepada kita. Mungkin waktunya belum tepat. Aku tak suka jika kau terus-terusan seperti ini. Menyakiti batinmu sendiri” nada bicaranya mulai tinggi.
“Disini dingin sayang. Ayo kita pulang, nanti kamu sakit” Zayn memberikan jaketnya dan memegang tanganku erat.
Aku hanya diam. Diam sampai kami tiba di rumah. aku berbaring dan Zayn menyelimutiku. Akupun tertidur.
Ketika aku bangun, Zayn masih tertidur di sampingku dan masih memelukku. Aku mencium pipinya kemudian ia terbangun. Dia mencium keningku dan kami beranjak bangun.
Hari ini kami akan ke bandara menjemput mertuaku dan Doniyha. Mereka berkunjung ke Inggris untuk melihat rumah baru kami. Rumah yang di beli Zayn sebelum ia menikahiku. <3
Skip
Sudah 1 minggu Mommy dan Daddy nya Zayn menginap di rumah kami. Dan selama itu setiap harinya Mommy Zayn mengajakku ke tempat terapi untuk menyuburkan rahimku. Aku berharap lebih, semoga ini berhasil. Aku terus berdoa selama ini.

Tepat bulan ke 6 pernikahanku dengan Zayn, tapi sampai detik ini belum ada tanda-tanda kehamilanku. Aku takut…..
Zayn membuatkanku sarapan sebelum kami pergi ke kantor.
Kamipun berangkat ke kantor dan saat Zayn sedang mengemudikan mobilnya, ia bertanya kepadaku.
“Honey, sepertinya kalau aku perhatikan nafsu makanmu meningkat. Dan postur tubuhmu sedikit berubah. Kau hamil ya?” Tanya Zayn.
“Aku memang sering makan dan ngemil akhir-akhir ini, dan oh iya aku ingat. Aku sudah 2 bulan tak menstruasi. Hah Zayn? Apa aku hamil?”
“Lebih baik sekarang kita kerumah sakit. Untuk membuktikan semuanya”
Zayn melajukan mobil dan perasaanku mulai tak karuan lagi. jantungku berdetak cepat sekali saat memasuki ruangan dokter.
Setelah dokter memeriksa, aku dan Zayn duduk di kursi berhadapan dengan dokter yang wajahnya serius. Ada apakah ini? Aku mulai negative thinking.
“Sudah berapa lama kalian menikah?” Tanya dokter kandungan itu.
“6 bulan lebih dok. Bagaimana istri saya, apakah dia hamil?” Tanya Zayn tak sabar.
“Apa sebelumnya kamu pergi ke tempat terapi atau semacamnya?” dokter bertanya lagi. wajahnya serius sekali.
“Aku pernah mengikuti terapi selama 6 hari dok. Berturut-turut. Ada apa dok?” aku cemas.
“Pantas saja, calon bayimu itu aktif sekali di dalam perut. Perkembangannya cepat” Dokter tersenyum.
Aku dan Zayn saling bertatapan kemudian Zayn memelukku. Terimakasih Tuhan J
Skip
Kandunganku sudah mencapai usia 9 bulan. Aku dan Zayn menunggu ia datang kedunia ini. Apapun jenis kelaminnya nanti, aku tetap bersyukur.

Semenjak aku dinyatakan hamil, Zayn menyuruhku untuk resign, Zayn lebih protective kepadaku. Aku harus menjaga calon bayiku.
Sore itu ketika Zayn baru saja pulang dari kantornya, aku merasakan sakit yang amat di perutku. Zayn membawaku ke rumah sakit dan sepertinya aku akan melahirkan hari ini.
Proses kelahirannya cepat sekali. Mungkin karena aku rajin senam ibu hamil dan seperti kata dokter dulu, anakku adalah bayi yang aktif.
Badannya mungil, wajahnya tampan seperti Zayn, mata dan hidungnya juga. Mirip dengan suamiku. Zayn memeluk bayi kami dan aku menangis bahagia.
Aku dan Zayn berjanji akan merawatnya dengan baik sampai dia dewasa nanti. Karena untuk mendapatkannya saja, aku melewati proses yang begitu membuatku tak karuan.
Zayn memberinya nama Albern Kahraman Malik yang artinya pahlawan gagah berani. Sedangkan Malik adalah nama dari keluraga Zayn.
Aku menciumi bayiku, dia sangat seperti Daddynya, Zayn Javvad Malik.
Keluargaku dan keluarga Zayn datang ke rumah sakit. Liam, Danielle, Harry dan Niall juga tentunya.
Mereka menggendong “AL” bergantian.
Pernikahan kami sudah lengkap sekarang. Aku, Janneth Eve Radclift, suamiku Zayn Javvad Malik dan si kecil Albern Kahraman Malik menjadi satu keluarga kecil yang sangat bahagia saat ini.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar